selamat datang

disini tempatnya artikel seru

Minggu, 13 Maret 2011

Divisi Manajemen Artis di Major Label

Industri musik memang sedang mengalami perubahan besar-besaran. Artis tidak lagi berharap dari penjualan jutaan album (yang lebih laris versi bajakan dan digital dibandingkan dengan original), melainkan dari konser-konser yang mereka lakukan. Beberapa

Hal tersebut membuat label rekaman panik dan menyiapkan strategi baru. Mereka mendirikan divisi manajemen artis mereka sendiri dan kemudian mengelola sendiri konser-konser para artis tersebut.

Ini adalah fenomena yang terjadi secara global. Kalau kalian kurang mengerti dampaknya? Simak tulisan salah satu Editor di majalah musik di bawah ini. ( yang pasti bukan tulisan gwe lho ya!)

===========================================================================
Teman-teman, kita sudah sampai di era baru industri musik.

Era dimana label rekaman melancarkan strategi terkejam dalam sejarah
industri musik di tanahair: Menguasai artis dengan jalan mengelola karir
mereka. Istilah populernya mereka melakukan ekspansi bisnis dengan cara
membuka divisi Manajemen Artis di label rekaman.

Gue adalah salah seorang yang nggak setuju dengan berdirinya manajemen artis
dalam sebuah label rekaman. Gue punya argumentasi yang kuat untuk ini. Label
rekaman itu INKOMPETEN untuk urusan manajemen artis dan nantinya gue yakin
malah bakal merusak tatanan industri musik yang selama ini otonom dari tiga
belah pihak terkait (artis, manajemen, label).

Bisnis utama label rekaman adalah jualan kaset, CD, RBT, dsb. Semua yang
berhubungan dengan rekaman musik. Dari nama saja sudah jelas: Perusahaan
Rekaman! Akhirnya ketika mereka membuka divisi baru (Artis Manajemen)
gampang ditebak kalo kerepotan dan berbagai kebodohan dalam urusan
manajerial artis bakal terjadi di sana. Mulai dari SDM yang mereka miliki
butut hingga praktek-praktek jualan band yang obscure. Karena mereka masih
"belajar" maka jangan cari profesionalisme manajemen artis di dalam major
label :)

Conflict of interest tingkat tinggi juga bakal terjadi di dalam band ketika
manajernya bingung harus membela kepentingan yang mana nantinya (artis atau
label?). Secara manajer lama kemungkinan besar bakal "digaji" oleh label dan
nanti hanya akan menjadi sub-ordinat dari manajemen baru.

Mochie
23-11-2007, 01:48 PM
Gara-gara pembajakan musik yang makin gokil (bahkan konon direstui negara)
dan menurun drastisnya penjualan album fisikal, akhirnya mereka mengambil
jalan pintas mendirikan manajemen artis yang ujungnya lagi-lagi merugikan
artis nantinya. Label bukannya bersatu memerangi pembajakan namun malah
berkomplot untuk mengeksploitasi artis habis-habisan agar mereka bisa
terhindar dari kebangkrutan.

Biarkan artis yang bangkrut, tapi jangan labelnya! Kira-kira kasarnya
begitu. Sekali lagi artis adalah obyek penderita nomor satu nantinya.

Setelah kecilnya nilai royalti mekanikal di Indonesia, statistik penjualan
album yang manipulatif, dilarangnya artis bergabung dengan KCI oleh ASIRI
(atau diminta keluar dari KCI jika telah bergabung) maka penindasan terhadap
artis akan datang lebih kejam lagi nantinya. Detailnya kira-kira seperti di
bawah ini.

Ini prediksi yang bakal terjadi di masa depan dengan "artis-artis baru" yang
kontrak dengan major label yang memiliki divisi manajemen artis:

- Masa depan karir band baru akan tergantung dari label rekaman, bukan
berada di tangan manajemen lama atau artisnya sendiri.

Mochie
23-11-2007, 01:50 PM
- Tumpulnya peran dan kontrol manajemen artis yang lama dalam membela
kepentingan- kepentingan artis. Manajemen lama akan menjadi sub-ordinat dari
label dan kemudian hanya berfungsi sebagai baby-sitting artis. Semua fungsi
kontrol dan decision making artis akan terpusat kepada label sebagai
investor. Manajer lama tidak punya hak karena mereka tidak invest apapun.
Kemungkinan besar mereka akan disingkirkan dengan jalan "pembusukan" .
Mempengaruhi artis dengan iming-iming kesuksesan di industri musik.

- Kontrol yang sangat ketat dalam proses kreatif dan menciptakan musik
berakibat hilangnya idealisme artistik & estetis karena artis hanya akan
diperbolehkan menciptakan musik-musik yang tengah disukai oleh pasar yang
tidak cerdas. Sejuta band mirip Kangen Band diprediksi akan membajir di
industri musik kita :)

- Berkurang secara signifikannya pemasukan bagi artis karena mereka
harusshare profit
selain dari royalti mechanical, live show, merchandise, touring,
advertising, publishing dan sebagainya. Hal yang belum pernah terjadi
sebelumya. It's a very big, big, big LOSS, ladies & gentleman!

- Buruknya lagi, kalau artis baru nanti terlalu blo'on, maka tingkat
eksploitasi akan diperkejam lagi hingga nama band dipatenkan oleh label,
internal band akan dikontrol langsung pihak label, penggelapan royalty,
sales report yang culas hingga berlakunya sistem bodoh dengan label menggaji
para artis. Jika selama ini kita memandang artis sebagai seniman dengan
talenta yang tidak ternilai maka selanjutnya kita akan dipaksa memposisikan
artis tak lebih dari "kuli musikal."

Strategi "mega-eksploitatif" ini memang hanya diberlakukan bagi band-band
baru yang ditawarkan kontrak rekaman oleh major record company. Contohpaling
konkret misalnya terjadi pada Nidji, Letto (Musica), The Changcuters, St.
Loco, Vagetoz (SonyBMG Indonesia), Kangen Band (Warner), Tahta (EMI), dsb.
Semuanya memang memiliki deal-deal yang berbeda satu sama lain. Maksudnya
tingkat eksploitasinya berbeda-beda. Ada yang parah dan ada yang parah
banget. Gue sempat mendengar ada satu band yang dipotong komisinya
sebesar45% (gross)
setelah join dengan manajemen artis major label.

Mochie
23-11-2007, 01:53 PM
Band baru yang hadir dengan strategi yang brilyan dan sangat berhasil di
awal karirnya adalah Samsons yang melakukan master licensing deal
denganUniversal Music
Indonesia. Mereka membiayai sendiri produksi rekaman dan kemudian menjalin
kerjasama promosi & distribusi dengan major label selanjutnya. Ke depannyadeal
seperti ini nantinya akan menjadi "favorit" para manajer artis (tentu bila
mampu).

Pastinya, label rekaman tidak akan menawarkan strategi keji ini kepadaband-band
lawas/senior karena bargaining position mereka sudah sangat kuat. Selainbrand
mereka sudah dikenal luas, pengalaman dan pengetahuan bisnis musik yang
sangat memadai, fanbase yang kuat juga sangat berpengaruh terhadappositioning
mereka di industri musik. Label sendiri kadangkala melihat artis-artis lawas
sebagai "uzur," "grace period" atau sudah rendah "selling point"nya.

Itulah kenapa akhirnya label rekaman besar hanya akan memburu band-band/
artis baru yang masih hijau, yang minim pengetahuan bisnis musiknya dan
belum paham peta/konstalasi industri musik lokal. Selain bakal gampang
dibodohi dengan kontrak yang sangat eksploitatif mereka juga akan
dipengaruhi iming-iming "fame & fortune" di industri musik. Padahal belum
tentu bakal "booming" juga :)

Jika Anda saat ini berada di sebuah band baru dan ditawarkan kontrak rekaman
dari major label maka jangan terburu-buru tergiur dulu! Imej bergengsi major
label tidak akan banyak memberi keuntungan. Yang terpenting adalah deal-nya,
bukan masalah major atau indie label-nya. Pelajari dulu dengan seksama
kontraknya, undang pengacara kenalan Anda untuk membedahnya, konsultasi
dengan band-band lain yang sudah berpengalaman.

Sudah banyak kasus terjadi sebelumnya. Band-band baru menandatangani kontrak
rekaman jangka panjang dengan major label dan akhirnya menyesal. Ketika
bandnya booming dan banyak menerima job manggung beberapa ada yang melakukan
"resistensi" konyol dengan tidak menyetorkan komisi kepada label sesuai
perjanjian. Menjadi konyol karena setelah kontrak rekaman itu ditandatangani
maka konsekuensi- konsekuensi di belakangnya seharusnya sudah kita tahu sejak
awal. Oleh karena itu jangan ikut mengantri di barisan kebodohan. Empowered
yourself!

Mochie
23-11-2007, 01:55 PM
Cara kerja label juga akan lebih mirip jarum suntik nantinya. Sekali pakai
langsung buang, disposable. Artis-artis baru tidak akan ada yang didevelop
untuk panjang umur karirnya, mereka hanya akan disupport demi "popularitas
maksimal dua atau tiga album saja!" Setelah booming besar dan untung besar,
siap-siap menuju ladang pembantaian. Setelah dibantai maka dicari lagi
talenta baru. Kalau kita jeli fenomena seperti ini sebenarnya telah terjadi
sekarang ini di Indonesia.

Label besar sejatinya nanti hanya akan menjadi pusat manufaktur band! :)
Kita tidak akan menemukan lagi band-band awet populer seperti Slank, Gigi,
Netral, Dewa19, Naif di masa depan nantinya. Semuanya hanya akan "easy come,
easy go!"

Tapi kalo ada yang bilang label membuka manajemen artis bakal membunuh pula
profesi manajer artis individual/otonom, gue sama sekali nggak setuju. Gue
justru nggak melihat kalau manajer-manajer artis yang independen itu bakal
tergusur atau kehilangan pekerjaan. Ini analisa yang terlalu sembrono. It's
not the end of the world as we know it :) Negara ini punya lebih dari 200
juta penduduk. Yang pengen jadi artis, bikin band dan gilpop (gila
popularitas) setiap harinya pasti bertambah ribuan. Justru segudang talenta
ini menjadi market yang sangat potensial bagi manajer-manajer artis untuk
dikelola.

Manajemen artis yang individual atau berbentuk firma masih akan sangat
dibutuhkan dan berperan penting di sini nantinya. Perkembangan teknologiyang
gokil belakangan masih menjanjikan masa depan yang cerah buat band-band yang
tidak dikontrak major label lokal/internasional a.k.a indie. Hadirnya
MySpace, YouTube, Multiply, Friendster, Ning dan perangkat musik digital
lainnya sangat memungkinkan untuk mencetak artis besar via jalur
alternatif. The
Upstairs sendiri udah membuktikan hal ini sebelumnya.

Apalagi tren terbaru di Amrik dan Inggris sekarang rata-rata artis bernama
besar malas memperpanjang kontrak rekaman mereka dan memilih hengkang
darimajor label.Prince, Madonna,
Radiohead, NIN adalah para pelopor "gerakan kembali ke indie" ini. Mereka
justru mempercayakan manajemen artis mereka yang independen untuk berfungsipula
sebagai "label rekaman". Cepat atau lambat gue pikir band-band besar di
Indonesia akan mengambil langkah yang sama nantinya. Slank, Naif dan Netral
malah sudah membuktikannya. .... dan mereka cukup berhasil! Salute!

Mochie
23-11-2007, 01:57 PM
Masih adakah jalan lain? Ada banget! Di dalam negeri sendiri sudah ada yang
mempelopori "penggratisan musik." Album rekaman kini telah berubah fungsi
menjadi sebuah "marketing tool" untuk menjaring job manggung. Mungkin inilah
masa dimana musisi tidak lagi memikirkan royalti rekaman! Bisa jadi kalau
teknologi kloning nanti sudah semakin sempurna maka ini berarti ancaman
besar! :)

Koil menjadi pionir dengan menjalin kerjasama dengan majalah musik untuk
mendistribusikan album terbarunya (Blacklight Shines On) secara gratis.
Selain itu mereka juga memberi akses download album gratis via
website/mailing list musik. Ide Koil ini memang tergolong baru walau
sebenarnya tidak original juga. Prince bulan Juni lalu lebih dulu
mengedarkan 3 juta keping album terbarunya secara gratis via Tabloid Sun di
Inggris.

Memang perlu dipelajari lebih lanjut lagi apakah strategi "penggratisan
musik" ini nantinya bakal merugikan atau malah menguntungkan. Yang pasti
band-band baru tidak akan memiliki "keistimewaan" seperti Koil jika mau
mengambil strategi serupa.

Yang menarik lagi, sempat ada pertanyaan di bawah ini yang datang ke saya
ketika jadi pembicara di sebuah seminar musik di kampus UI beberapa waktu
lalu:

Bagaimana dengan marak terjadinya kasus manager-manager artis
individual/otonom yang tidak profesional atau bermasalah? Katakan saja
menipu artisnya, melakukan penggelapan keuangan, dsb.

Nah, untuk point di atas sebenernya gue jamin nggak akan terjadi lagi kalau
di dalam manajemen artis kita sudah DITERTIBKAN secara organisasi dan
administrasinya. Mari kita lihat apakah kita sudah memiliki kontrak tertulis
antara manajemen dengan artis yang mengatur kerjasama profesional ini?
Apakah peran, hak & kewajiban masing-masing pihak sudah di jabarkan secara
rinci? Pemisahan fungsi manajemen sudah diberlakukan? Apakah antar personel
band kita sudah memiliki kontrak internal pula? Kalo semua konsolidasi
internal ini beres gue jamin masalah-masalah di atas nggak bakal terulang
lagi di masa depan.

Mochie
23-11-2007, 01:59 PM
Oke, sementara begitu aja pandangan gue tentang isyu ini. Memang tulisan ini
nggak akan mengubah strategi major label untuk tidak membuka divisi
manajemen artis di dalam perusahaan mereka, toh semuanya jadi keputusan
bisnis mereka juga. It's their damn business afterall :) Lagipula masih ada
juga major label yang tidak memberlakukan strategi dagang ini (paling tidak
sementara ini), misalnya seperti Aquarius Musikindo, Universal Music
Indonesia.

Yah, minimal kita bisa mencegah regenerasi kebodohan dan berlanjutnya proses
pembodohan seperti ini sekarang juga.

Gue sangat berterimakasih kalo ada teman-teman yang mau memforward atau
menyebarluaskan tulisan ini agar dibaca lebih banyak artis-artis baru yang
berniat mempertaruhkan masa depan dan karir mereka sebagai musisi. Jangan
biarkan mereka dirampok!

Hope we could make real changes together.

For better, not worst....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar